Tahun baru biasanya disambut dengan huru-hara dan penuh sukacita. Namun, bagi umat Hindu Bali, perayaan tahun baru justru disambut oleh sepi. Tak ada seorangpun boleh gaduh apalagi bersenang-senang. Begitulah Hari Raya Nyepi menandai tahun baru Saka.

Berdasarkan penanggalan Saka, tahun baru Saka jatuh setiap Tilem Sasih Kasanga, sekitar bulan Maret. Jika dirunut dari sejarahnya, Nyepi merepresentasikan sebuah masa yang damai yang menyelingi riuhnya peperangan. Jauh sebelum tarikh Masehi dimulai, peperangan selalu ada baik mempertahankan atau merebut wilayah kekuasaan. Lama waktu peperangan boleh jadi berlangsung begitu lama, ada pula yang singkat. Di sela-sela masa peperangan, baik penduduk maupun tentara memasuki masa damai yang singkat. Pada masa damai ini, mereka melakukan pendekatan melalui pergaulan, menjalin hubungan keluarga melalui pernikahan, kemudian menciptakan pembauran di antara suku dan ras.

Beberapa minggu sebelum Nyepi di Bali, para pemuda akan menyiapkan sebuah boneka raksasa yang dikenal bernama ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh menjadi simbol Bhuta Kala, makhluk raksasa yang memiliki sifat buruk. Sehari sebelum Nyepi, ogoh-ogoh pun diarak keliling desa. Pada saat yang bersamaan, masing-masing keluarga juga membersihkan lingkungan tempat tinggal dari pengaruh buruk.

Ogoh-ogoh 1

Banyak orang berkumpul di Ubud pusat untuk menikmati parade ogoh-ogoh. Foto: Julia Winterflood

Ogoh-ogoh 2

Di langit Ubud pada senja ada raksasa yang menakutkan. Foto: Julia Winterflood

Setelah mengarak ogoh-ogoh keliling desa, ogoh-ogoh pun dibinasakan sebagai tanda seluruh peperangan berakhir. Seluruh sifat buruk sirna. Keesokan harinya, tepat pukul 06.00 Nyepi dimulai. Ada empat pantangan yang tak boleh dilakukan pada saat Nyepi berlangsung. Keempat pantangan itu disebut Catur Brata Panyepian, di antaranya Amati Geni (tidak boleh menyalakan api), Amati Lelungan (tidak boleh bepergian), Amati Lelanguan (tidak boleh bersenang-senang) dan Amati Karya (tidak boleh bekerja). Pada masa sekarang memang sudah tidak ada peperangan. Tapi, apakah dunia ini sudah sedemikian damai tanpa peperangan? Beragam situasi kehidupan masa kini justru menciptakan tantangan sekaligus persaingan. Lelahnya mungkin hampir sama dengan peperangan. Pekerjaan, sekolah, pertemanan hingga keluarga memiliki masalah yang berbeda. Untuk itu, satu hari yang sungguh damai sepatutnya dinanti. Nyepi identik dengan sepi, hening, tenang dan damai.

Pada saat Nyepi, umat Hindu dilarang menyalakan api atau apapun berkaitan dengan cahaya. Tak perlu menyalakan kompor karena umat Hindu disarankan berpuasa saat Nyepi. Tak perlu menyalakan lampu, televisi, komputer hingga ponsel karena semuanya sumber kesenangan. Tak perlu pergi bekerja dan sekolah, Nyepi adalah hari libur untuk semua. Sekalipun bekerja di rumah, sebaiknya beri waktu libur sehari saja pada badan dan pikiran. Pada saat Nyepi, tak seorangpun keluar rumah. Satu-satunya yang mampu memberlakukan aturan ini secara penuh rasanya hanya di Bali. Meskipun, kadang toleransi dibutuhkan jika hari Nyepi bertepatan dengan waktu peribadatan umat lain. Boleh saja ada pengecualian, asal tidak bising dan tidak menggunakan kendaraan. Kendaraan sama sekali tak akan muncul pada hari Nyepi jika bukan karena hal mendesak. Kendaraan darat, laut dan udara semuanya berhenti selama sehari. Kita pun seolah memberi waktu pada lingkungan alam bernafas lega tanpa polusi. Udara menjadi lebih segar. Pada malam harinya, cahaya bintang yang berpendar lebih cerah.

Hal yang sebaiknya dilakukan saat Nyepi adalah melakukan tapa brata dengan bersemadi. Tapi tak semua orang mampu melakukannya. Terlebih mereka yang terbiasa sibuk dengan berbagai pekerjaan dan impian. Paling tidak libur sehari saat Nyepi memberikan waktu bagi kita merenung dan mempersiapkan diri menjadi orang yang lebih baik.