Tom Lembong mendiskusikan ekonomi Indonesia serta hubungan bilateral dengan Australia

Bertepatan dengan Konferensi Australia Indonesia Business Council (AIBC) 2018 di Gold Coast awal bulan lalu, AIYA berkesempatan mewawancarai Kepala BKPM, Bapak Thomas Lembong yang hadir mewakili pemerintah Indonesia. Turut menjadi salah satu pembicara utama di konferensi, mantan Menteri Perdagangan itu berbagi pandangan mengenai visi Indonesia menuju kemakmuran di tengah perubahan ekonomi dan tren global.

Sebagai salah satu tokoh pemerintah yang paling aktif diundang dan berbicara di forum internasional, senada dengan Presiden Jokowi, Tom mengakui bahwa Indonesia merupakan negara besar yang paling tidak dikenal dunia. Meski menjadi satu dari 16 ekonomi terbesar di dunia yang mencapai Gross Domestic Product (GDP) 1 triliun USD per tahun, Tom menyayangkan rendahnya pamor Indonesia di mata dunia. “Jadi kita memang mesti rajin keliling dan jualan. Indonesia kurang internasional dari berbagai sisi, misalnya ekspor kita yang hanya ekuivalen dengan 20% dari ekonomi sementara Vietnam sudah 140% dari ekonomi.” Tom yang dengan gamblang menjelaskan posisi Indonesia di mata dunia dengan nada positif. Tom meyakini bahwa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan tersebut dengan bekerja keras membawa Indonesia ke mata dunia dan pun sebaliknya menggiring fokus dunia ke dalam Indonesia.

“Kemakmuran itu hanya bisa datang dari dagang dengan orang lain, tidak hanya dari diri kita sendiri (domestik).”

Tom Lembong, 2018.

Menjadi delegasi Indonesia dalam menyampaikan kabar investasi untuk Australia, Tom mendongkrak potensi ekonomi digital (e-commerce) serta infrastruktur penunjang pariwisata Indonesia. Ditanya mengenai alasan dibalik menjadikan kedua sektor tersebut menjadi punggung ekonomi bangsa, Tom menekankan prioritas pada poros yang memotori perekonomian. Melihat data yang ada, tak dipungkiri peluang terbesar hingga saat ini terletak di sektor ekonomi digital, gaya hidup dan pariwisata. Di saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia naik di kisaran 5%, pariwisata berada di 15% dan ekonomi digital tumbuh di angka 20-25%. Meski mengutamakan sektor-sektor tersebut, Tom meyakinkan bahwa pemerintah tidak lantas meninggalkan sektor-sektor lain seperti manufaktur dan industri.

Tom yang juga hadir menjadi pembicara di Indonesia Australia Business Summit (IABS) 2018 pada Oktober lalu menunjukkan kegetolan pemerintah Indonesia membawa investasi luar ke dalam negeri mengingat minat investasi pebisnis Australia di Indonesia masih minim. Birokrasi Indonesia yang tak seramah negara-negara Asia lainnya menjadi alasan utama pebisnis negara kangguru enggan memarkirkan dana mereka meski Indonesia menawarkan pangsa pasar yang lebih besar.

Rendahnya kepercayaan kepada Indonesia ini diakui Kepala BKPM sebagai salah satu tantangan yang tengah berusaha dipecahkan pemerintah. “Itulah mengapa pemerintah begitu fokus di regulasi, reformasi dan birokrasi, juga penyederhanaan izin dan persyaratan karena memang harus diakui perizinan, persyaratan dan regulasi di Indonesia masih terlalu “ribet.” Tom menandaskan sekaligus menyayangkan praktik-praktik yang mengarah pada pungli (pungutan liar) yang menyebabkan modal internasional enggan masuk. Tom berharap dengan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah Indonesia akan bertambah pula kepercayaan Internasional sehingga tidak perlu ada lagi startup serta bisnis-bisnis lokal lainnya yang harus meregistrasikan bisnis mereka ke negara tetangga untuk menarik investor-investor luar.

Berbicara dengan publik Australia, Tom meyakinkan bahwa membaiknya hubungan bilateral Indonesia-Australia bukanlah sekedar wacana. Diharapkan kehadiran IA-CEPA tak hanya menjadi momentum di atas kertas namun menjembatani hubungan fasilitas ekonomi kedua negara. Menjawab secara ringkas akan sejauh apa penandatanganan IA-CEPA akan berdampak pada masyarakat, Tom mengategorikannya menjadi dua pengaruh: pengaruh primer (langsung) dan pengaruh sekunder (tidak langsung).

Secara primer, perjanjian perdagangan Indonesia dengan Australia akan langsung menurunkan tarif impor menjadi nol persen dan berlaku untuk dua arah. Lebih lanjut, Tom menjelaskan eksportir Indonesia ke Australia dan sebaliknya akan menikmati pemangkasan 10-15%. Penghematan ini akan menurunkan harga produk-produk dalam perjanjian seperti daging sapi dan domba, hasil pertanian dan perkebunan, produk susu serta produk ekspor lainnya. Dengan naiknya daya ekspor kedua negara serta turunnya harga produk-produk yang signifikan pada akhirnya akan berdampak langsung pada masyarakat umum.

Secara sekunder, perjanjian perdagangan ini mencabut banyak larangan dan hambatan, seperti penghapusan larangan untuk universitas Australia untuk masuk ke Indonesia. Diharapkan dalam jangka 3 hingga 5 tahun ke depan, akan banyak dibuka universitas-universitas dari Australia di Indonesia. “Dengan begitu orang kita mendapatkan diploma internasional, kelas dunia, tanpa harus ke luar negeri. Bayar uang sekolah pun pakai rupiah, tidak perlu pakai dolar, ongkos hidup (di Indonesia) dalam rupiah, bukan dalam dolar di luar negeri. Meski masih membutuhkan waktu, ya.” Pungkas Tom yang berharap ke depannya akan lebih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki akses ke sistem edukasi bertaraf dunia.

Memasuki tahun 2019, ada tiga tren yang diprediksi Tom Lembong akan menjadi sorotan dengan meneliti prospek serta kebutuhan masyarakat Indonesia. Menurutnya, melonjaknya urbanisasi dengan sendirinya akan menciptakan permintaan yang tak terelakkan. Diperkirakan hanya dalam 20-30 tahun, 70% dari populasi Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan. Seimbang dengan dibutuhkannya jasa-jasa penunjang gaya hidup urban, lapangan pekerjaan pun akan tercipta. Berkembangnya isu lingkungan hidup dianalisa Tom akan menjadi sorotan dan diminati oleh konsumen. Bercerita mengenai video pencemaran sungai Citarum oleh duo Garry dan Sam Bencheghib yang viral, Tom mencontohkan masyarakat yang menunjukkan kesadaran tinggi terhadap lingkungan. “Karena sampah plastik di lautan mau pun di daratan, micro plastics, partikel-partikel plastik kecil itu sudah masuk ke pasokan pangan, masuk ke tubuh kita. Jadi, suatu tren lagi yang diprediksi saya akan makin diminati oleh konsumen dan dicermati oleh kita semua.” Melengkapi prediksinya, Tom menambahkan digitalisasi masih akan menjadi sorotan di tahun depan.

Dalam pidato pembukanya di konferensi AIBC, Tom mengajak untuk mengadopsi mentalitas generasi milenial yang gesit dan takut akan ketinggalan zaman. Dia pun menekankan keseimbangan antara daya kekuasaan (powerhouse) dan melakukannya   dengan semenyenangkan mungkin. Beliau melihat pertumbuhan pesat kelas menengah di Indonesia ditunjang oleh kreativitas  dari  pengembangan penunjang gaya hidup dan hiburan. Tom berbagi mengenai kunjungan Menteri Ekonomi dan Energi Jerman yang datang ke Istana Merdeka awal bulan lalu yang memuji kreativitas berbisnis Indonesia. “Tidak ada negara lain yang lebih funky dari Indonesia,” katanya sembari tertawa.

 

Kepala BKPM bersama tim AIYA dengan salam semangat.