Nama saya Rizky Kurnia Wijaya. Teman-teman di Indonesia biasanya memanggil saya Rizkur, karena nama Rizky mungkin sudah terlalu umum di sini. Dahulu saya adalah anak yang tidak cukup popular di lingkungan sekitar. Saya juga tidak begitu cemerlang dan brilliant di sekolah. Namun saya begitu mencintai Bahasa Inggris. Saya tidak pernah menyangka, kecintaan terhadap Bahasa Inggris mampu memberikan banyak hal yang cukup luar biasa di hidup ini.

Semua bermula ketika masa kuliah. Saya bisa mengikuti sebuah program yang benar benar bisa mengubah jalan hidup saya, menambah networking, juga memberikan keluarga baru berisi orang-orang luar biasa. Program itu bernama Australia Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP). AIYEP merupakan program pertukaran pemuda antar negara Indonesia dan Australia. Total peserta yang mengikuti kegiatan ini berjumlah 18 orang dari Indonesia, dan 18 orang dari Australia. Pada saat program tahun 2013-2014, saya beruntung terpilih menjadi perwakilan provinsi Lampung pada event tersebut.

Rizky 1

Rizky di kantor NSW Department of Foreign Affairs and Trade. Foto: Rizky Kurnia Wijaya

Selama kurang lebih 4.5 bulan, AIYEP memberikan begitu banyak pengalaman seru dan berharga. Pertama kalinya pergi jauh dari rumah, pertama kalinya tinggal bersama keluarga dari background yang berbeda dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Keluarga yang saya tinggali ketika program di Sydney adalah keluarga Duncan, beranggotakan Dad Duncan, Mom Nicole, Emily dan Cameron. Keluarga yang sungguh amat sangat baik dan mau saya repotkan selama tinggal satu bulan di sana.

Banyak kejadian lucu yang saya alami selama tinggal bersama keluarga Duncan. Salah satunya adalah tentang suhu dingin. Ketika pertama saya tinggal di sana, saya begitu kedinginan setiap malam hari. Sudah berlapis-lapis baju yang saya kenakan, sampai saya pakai kain penutup furniture yang ada di kamar tersebut, tapi saya tetap kedinginan dengan suhu di Parramatta. Setelah tiga hari berlalu, saya sakit flu. Dad Duncan dan Mom Nicole bertanya kenapa saya bisa sampai flu, saya bilang karena suhu di Australia dingin sekali setiap malam, saya tidak terbiasa tidur dengan suhu hampir 10 derajat. Mereka bertanya “kamu memang tidak menyalakan heater?”. Lah saya bingung, saya pikir nggak ada heater dan memang nggak ada barang apapun berbentuk heater di kamar tersebut. Mereka mengajak saya ke kamar, menunduk ke bawah kasur, dan mengambil kabel kontrol bertuliskan on/off. Ternyata kasur ini memiliki heater tersendiri agar terasa hangat di malam hari. Kami pun tertawa, saya bilang di Indonesia tidak ada nih penghangat di kasur. Setelah kejadian bodoh tersebut, akhirnya saya dapat tidur dengan tenang selama sisa satu bulan di sana.

Selain pengalaman indah bersama keluarga, ada begitu banyak pengalaman lainnya yang saya dapatkan ketika ikut program AIYEP. Salah satu pengalaman yang membuka mata saya tentang Australia adalah ketika menampilkan kebudayaan Indonesia kepada murid sekolah di sana.Mereka begitu terlihat takjub dengan kebudayaan dan kesenian yang dimiliki bangsa Indonesia. Setiap tarian dan nyanyian yang kami tampilkan, selalu mendapatkan sambutan dan response yang sangat baik dari mereka. Di setiap pertunjukan yang kami langsungkan, setiap anak terlihat begitu antusias untuk menyaksikan dan belajar langsung tentang kebudayaan dari negara tetangganya.

Rizky 2

Rizky bersama peserta-peserta lain hadir di acara cultural performance di Universitas Sydney. Foto: Rizky Kurnia Wijaya

Sungguh sangat bangga dan senang atas antusiasme murid di Australia. Apalagi ketika mengetahui bahwa kurikulum sekolah di Sydney memberikan pelajaran Bahasa Indonesia. Ketika mendapatkan tempat magang di sekolah pun, saya membantu murid-murid tersebut untuk dapat belajar Bahasa Indonesia. Sungguh pengalaman pertama bagi saya untuk mengajarkan Bahasa Indonesia bagi warga negara lain. Ternyata banyak anak-anak muda dari negara bukan Indonesia, mau belajar bahasa Bumi Pertiwi dan dengan senangnya mau belajar kesenian tarian dan nyanyian yang masyarakat Indonesia punyai.

Memang pengalaman AIYEP begitu membuka mata saya dan menjadikan saya sosok orang yang lebih mencintai Indonesia. Selain mengenal Australia lebih dekat, saya pun jadi lebih mencintai dan menghargai seluruh unsur yang ada di Negeri ini. Setelah pulang dari program AIYEP, jiwa saya tergerak untuk melakukan hal lain yang lebih berguna bagi Indonesia. Tahun 2015 saya mengikuti kegiatan volunteer menuju bagian timur Indonesia dan Papua, dan pada akhirnya saya mendirikan sebuah social community di Lampung bernama Jalan Inovasi Sosial (JANIS).

Janis merupakan jawaban atas pertanyaan yang menghantui selama ini: “Apa yang sudah kamu lakukan untuk daerahmu?”. Setelah mendapatkan beasiswa ke Australia, mendedikasikan diri menjadi volunteer ke Papua, lalu peran apa yang sudah saya berikan untuk daerah tempat saya lahir, Lampung? Dengan Janis, banyak anak-anak muda di Lampung yang ikut membantu bergabung demi memberikan inovasi terbaik bagi kemajuan desa dan pulau. Silahkan cek Instagram (@janisianID) dan website JANIS.

Program ke Australia begitu menjadi hal yang sangat berharga bagi saya. Dimulai dari AIYEP, pintu rejeki lainnya mulai terbuka, networking dengan banyak orang terjalin dengan baik. Dimulai dari AIYEP, saya belajar semakin mencintai negara Indonesia dan negara Australia. Dengan belajar dari banyak pihak termasuk dari negara Australia, diri ini menjadi lebih berkembang dan lebih open-minded. Everyone can be a tourist, but being the representative of Indonesia in Australia is a different story.

Untuk kontak informasi AIYEP di setiap provinsi klik di sini.

Refleksi ini adalah satu dari serangkaian refleksi dari para peserta Program Pertukaran Pelajar Australia-Indonesia (AIYEP). Bacalah lebih banyak tentang pengalaman peserta AIYEP di sini. AIYA ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Samantha Howard atas bantuan yang cukup besarnya dengan menyunting artikel-artikel dalam seri ini. Dia dapat ditemukan online di sini dan di sini.