Ada salah satu pagelaran Gamelan Gong Kebyar Bali yang sudah mencapai puncak kesenian di Australia, menurut Jane Ahlstrand.

Aula gedung National Gallery of Australia (NGA) bergetar dengan suara nyaring Gamelan Gong Kebyar dan gerakan tari Bali yang gesit dan lincah bulan April yang lalu. Pagelaran seni budaya ini merupakan buah hasil kerjasama Sekaa Gong Sekar Langit dari KBRI, Canberra dan Kita Art Community, Bali.

Tari Pendet oleh Kadek Elena Kusuma Dewi, Jane Ahlstrand dan Ni Komang Tri Paramityaningrum. Foto: Jane Ahlstrand

Pertunjukan tersebut ramai dihadiri anggota masyarakat sampai setiap pertunjukan musik dan tarian langsung disambut tepuk tangan yang memenuhi ruangan James O’Fairfax Theatre di NGA. Anggota grup gamelan Sekar Langit ini hingga penari Bali diwakili oleh warga Indonesia maupun Australia. Dengan tekun mereka turut bersama untuk menampilkan contoh seni budaya Indonesia terbaik di NGA, yang merupakan puncak seni pertunjukan di Australia. Mereka membawakan tiga tarian tradisional yaitu tari Pendet, Topeng Keras dan Joged Bumbung dan tiga jenis tabuh yaitu Bapang Selisir, Godeg Miring dan Gilak.

Selama lima bulan terakhir, para penabuh dari Sekaa Gong Sekar Langit telah bergabung secara rutin di lokasi KBRI, Canberra, untuk latihan intensif di bawah asuhan I Gede Eka Riadi, seniman muda asal Desa Kapal, Bali, yang sekarang menjadi duta budaya di Australia. Didirikan pada tahun 2015 dengan tujuan untuk menghidupkan seni budaya Bali di luar Indonesia, Sekaa Gong Sekar Langit sudah menjadi cukup terkenal di Canberra sebagai wadah musik tradisional Indonesia yang bermutu.

Anggota Sekaa Gong Sekar Langit menikmati kebersaaman saat istirahat. Foto: Jane Ahlstrand

“Awalnya, saya menemukan beberapa alat musik gamelan yang disimpan di salah satu gudang di KBRI,” katanya. Sedikit demi sedikit Gede perbaiki gamelan ini supaya akhirnya dia siap untuk mengundang anggota masyarakat dan pegawai KBRI untuk membentuk grup gamelan resmi. “Yang datang untuk belajar merupakan warga Indonesia yang bekerja sebagai staff di KBRI atau yang sudah menetap di Australia dan ingin menikmati dan melestarikan seni budaya Indonesia di sini. Ada juga beberapa anggota asli Australia yang telah menikah dengan warga Indonesia. Mereka bisa dibilang pecinta budaya Indonesia,” imbuh pria yang akrab disapa “Dedu.”

Dua minggu menjelang Hari-H, Sekar Langit kemudian bergabung dengan beberapa seniman muda berbakat dari Kita Art Community asal Celuk, Bali, yang diundang KBRI khusus untuk memenuhi posisi dalam orkestra dan juga untuk membawakan beberapa tarian tradisional. Dipimpin oleh I Ketut Widi Putra, Kita Art Community telah didirikan pada tahun 2006 dengan cita-cita mulia untuk memfasilitasi kesempatan untuk seniman muda mengembangkan karier di dunia hiburan dan pariwisata di Bali, dan juga untuk melakukan pertukaran budaya. I Gede Eka Riadi merupakan salah satu seniman yang memulai kariernya dengan Kita Art Community.

Tari Joged Bumbung dengan Jane Ahlstrand dan I Komang Tri Paramityaningrum. Foto: Jane Ahlstrand

Kumpulan seniman tersebut termasuk dua penari putri bernama Kadek Elena Kusuma Dewi dan Ni Komang Tri Paramityaningrum, satu penari putra bernama I Dewa Dwi Putrayana dan satu penabuh bernama Ida Bagus Putu Purwa. Akhirnya pasukan penari dilengkapi oleh Jane Ahlstrand, seorang penari Bali asal Brisbane, Australia yang sudah mendalami tari Bali selama enam tahun. Semua mengaku gembira dan semangat tinggi untuk berpartisipasi pada saat mereka menerima tawaran untuk pentas seni budaya Bali di Australia, terutama Ida Bagus Putu Purwa, yang sudah menjadi teman baik Gede Eka Riadi semenjak mereka kuliah bersama di ISI Denpasar pada tahun 2002. “Ya, saya tidak menyangka kalau saya bisa ikut ke luar negeri, tapi ternyata, memang jalan Tuhan mungkin, saya bisa di sini juga dengan Dedu [Gede],” ujarnya. Untuk Ningrum, Elena dan Dewa, mereka semua mengucapkan terima kasih kepada Ketut Widi Putra dan Gede yang telah membantu mereka menemukan peluang berharga seperti ini.

Foto bersama pada penutupan sesi pertama di NGA. Foto: Jane Ahlstrand

Setelah menghabiskan tenaga dan waktu selama lima bulan dalam proses persiapan, akhirnya semua berjalan dengan lancar di lokasi NGA. Dalam acara pertunjukan yang digelar pada dua sesi pada hari Minggu itu, semua penabuh dan penari mengaku heran atas kelancaran program dan keberhasilan dalam bekerjasama. Suara merdu dari gamelan dan kelincahan tari Bali mengundang kegairahan dari penonton sampai beberapa para pemain bahkan menduga ada campur tangan ilahi yang menentukan keberhasilan pertunjukan mereka.

Originally published on the JembARTan blog as “Pagelaran Gamelan Gong Kebyar Bali Capai Puncak Kesenian di Australia.”