Raden Ajeng Kartini adalah nama yang sangat tidak asing bagi masyarakat Indonesia, mengingat bahwa Kartini adalah pahlawan Indonesia yang berhasil membawa emansipasi perempuan akan tradisi dan pendidikan. Tetapi Kartini (2017) adalah film yang dapat dinikmati semua orang, bukan hanya perempuan saja.

Film tersebut memusat kembali perhatian kita kepada sosok Kartini yang betul-betul itu, karena selama sejarah Hari Kartini, dapat disebut bahwa kenangan tentang beliau sudah agak menyimpang dari pesan sejatinya. Fiona Suwana melakukan retrospeksi pada kehidupan sosok tersebut yang ditayangkan dalam film Kartini.

Tahun ini, film biografi Kartini diluncurkan di bulan April yang adalah bulan lahirnya Kartini. Bersyukur, film tersebut juga bisa hadir dan tayang di beberapa negara di Australia, termasuk di Brisbane sehingga masyarakat Indonesia dan Australia yang berdomosili di Brisbane bisa ikut menikmati salah satu film nasional Indonesia yang dinantikan pada tahun ini.

Dalam durasi 122 menit, film Kartini mampu mengundang perpaduan emosi antara rasa sedih, gemes dan bersyukur tanpa rasa bosan bagi para penonton. Serta, para penonton bisa larut ke dalam untaian cerita yang apik mengenai perjuangan Kartini untuk membawa emansipasi perempuan dan kesetaraan hak bagi semua orang di Indonesia.

Film ini dimulai dengan Kartini (Dian Sastrowardoyo) yang tumbuh mengalami langsung bagaimana ibu kandungnya, Ngasirah (Christine Hakim) menjadi orang yang terbuang di dalam keluarga bahkan dianggap pembantu hanya karena tidak memiliki darah ningrat. Sedangkan ayahnya, Raden Sosroningrat (Deddy Sutomo) adalah seorang Bupati Jepara yang walaupun mencintai Kartini dan keluarganya juga tidak mampu berbuat apa-apa menghadapi tradisi Jawa pada era itu. Bahkan, Sosroningrat terpaksa menikahi Moeryam (Djenar Maesa Ayu) yang memiliki keturunan ningrat sehingga akhirnya Sosroningrat bisa diangkat menjadi Bupati.

Selain menampilkan hubungan antara Kartini dengan ibu dan ayahnya, film ini juga menampilkan hubungan Kartini dengan keluarga lainnya termasuk kakak-kakak laki, perempuan dan juga kedua adik perempuan, Roekmini (Acha Septriasa) dan Kardinah (Ayushita Nugraha). Bahkan Kartini juga memiliki hubungan pertemanan dengan teman-teman orang Belanda yang membantu dan menyemangati Kartini untuk menulis dan berhasil dipublikasikan.

Hubungan antar karakter yang menampilkan konflik internal dan eksternal di dalam film Kartini berhasil membangun chemistry penonton dengan karakter Kartini sebagai perempuan Indonesia yang masih terjebak dengan tradisi dan budaya patriarki pada saat itu namun berusaha melawan dan keluar dari budaya itu. Bahkan, film ini juga berhasil menonjolkan karakter Kartini sebagai sosok perempuan Indonesia yang berani, kuat, suka belajar dan pantang menyerang dalam mencapai mimpinya. Karakter yang kuat ini dengan apik dimainkan oleh Dian Sastrowardoyo. Serta, koneksi karakter dan adegan yang erat di dalam film Kartini menjadi keindahan suatu film yang mampu memikat penonton untuk ikut merasakan kegelisahan, kesakitan dan kekuatan setiap karakter.

Beberapa adegan menarik di dalam film Kartini adalah pada masa pingitan sebagai tradisi persiapan menjelang mengemban status Raden Ajeng di kalangan ningrat Jawa, dan bagaimana Kartini menyingkapi soal poligami sebagai produk tradisi di dalam era tersebut. Film Kartini ini dengan rapi berhasil membungkus momen-momen penting dalam hidup Kartini sebagai sosok perempuan muda yang sepanjang hidupnya memperjuangkan kesetaraan hak terutama pendidikan untuk semua perempuan baik itu keturunan ningrat ataupun bukan.

Bersama kedua adiknya, Kartini berhasil mendirikan sekolah untuk rakyat miskin dan juga berhasil menciptakan lapangan kerja untuk rakyat di Jepara dan sekitarnya, salah satunya dengan mengembangkan kerajinan ukiran Jepara yang sampai sekarang menjadi terkenal baik di dalam maupun di luar negeri.

Kartini adalah film yang sarat akan perjuangan emosional dan semangat pemberdayaan di mana sosok Kartini harus melawan tradisi budaya dan bahkan menentang keluarganya sendiri untuk memperjuangkan kesetaraan hak – termasuk hak untuk memperoleh pendidikan dan menentukan pilihan diri sendiri. Beliau membongkar sistem patriarki yang mengikat tradisi dan budaya Indonesia setempat pada masa Kartini hidup, sehingga para perempuan Indonesia pada masa sekarang bisa menikmati dan mendapatkan hak yang setara terutama terkait pendidikan.

Kiranya perjuangan dan semangat Kartini bisa tetap terus dilanjutkan mengingat masih sering terdapat kasus-kasus kesenjangan akan hak dan kesempatan serta kasus kekerasan bagi para perempuan baik di Indonesia ataupun di negara lainnya. Bahkan, perjuangan Kartini juga bisa lebih diaplikasikan bahwa para perempuan juga bisa memiliki peran yang sama dengan siapa pun dalam memajukan bangsa dan negaranya.

Film Kartini ini diproduksi oleh Legacy Pictures dan Screenplay Films dengan sutradara Hanung Bramanyato. Film dibintangi oleh para artis ternama di Indonesia seperti Dian Sastrowardoyo, Acha Septriasa, Ayushita, Christine Hakim, Deddy Sutomo, Djenar Maesa Ayu, Adinia Wirasti, Reza Rahadian, Denny Sumargo, dan Nova Eliza.