Dalam beberapa tahun terakhir, penemuan arkeologis terbaru mengungkapkan adanya kehidupan manusia Aborigin awal Australia di Kakadu, Northern Territory sekitar 65.000 tahun lalu, di wilayah Kimberley dan Pilbara, Australia Barat sekitar 50.000 tahun lalu, dan di Flinders Ranges Australia Selatan sekitar 49.000 tahun lalu.

File 20180615 85825 o5ydlm.jpg?ixlib=rb 1.1

Matahari terbenam tampak melintasi Port Warrender ke Dataran Tinggi Mitchell di pantai Kimberley. Itu ada di daerah Wunambal Gaambera. Mark Jones Films (dengan izin), Author provided

Oleh Sean Ulm, James Cook University; Alan Cooper, University of Adelaide; Michael Bird, James Cook University; Peter Veth, University of Western Australia; Robin Beaman, James Cook University, dan Scott Condie, CSIRO

Namun, bagaimana cara manusia sampai ke Australia? Dan berapa banyak orang yang sampai ke Australia hingga manusia Aborigin Australia saat ini sangat beragam?

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Quaternary Science Reviews baru-baru ini, kami merekonstruksi lingkungan, simulasi perjalanan, dan menggunakan estimasi populasi genetik untuk menunjukkan bahwa kolonisasi Australia 50.000 tahun lalu terjadi karena adanya penjelajahan laut yang terencana dan terkoordinasi, yang merupakan sebuah fase yang sangat signifikan dalam sejarah manusia.

Lingkungan di masa lalu

Australia tidak pernah terhubung dengan daratan kering dengan Asia Tenggara. Namun ketika manusia pertama kali tiba di Australia, ketinggian permukaan laut jauh lebih rendah dibandingkan sekarang, daratan Australia bersatu dengan Pulau Tasmania dan Pulau New Guinea (saat ini terbagi menjadi Papua Barat di Indonesia dan Negara Papua Nugini).

Menggunakan pemetaan dasar laut dengan resolusi tinggi, analisis kami menunjukkan ketika permukaan laut lebih rendah 75 meter dari saat ini, ada lebih dari 100 rangkaian pulau di dekat pesisir Australia bagian barat laut. Pulau-pulau ini memiliki sumber daya alam yang kaya dan dapat dihuni.

Pulau-pulau ini terlihat jelas dari dataran tinggi Pulau Timor dan Roti sedekat 87 kilometer.

Rantai pulau-pulau ini bernama Paparan Sahul, saat ini kebanyakan terendam. Paparan ini membentang hampir sepanjang 700 km. Pulau-pulau ini menunjukkan tersedianya sasaran untuk kedatangan yang tidak disengaja maupun disengaja.

Australia Barat Laut menunjukkan sekarang serangkaian pulau yang tenggelam di antara Australia dan Timor/Roti. Pesisir masa kini ditunjukkan dengan garis hitam. Pesisir dengan permukaan laut 75 m lebih rendah ditunjukkan dengan garis abu-abu. Robin Beaman

Seberapa susah sampai ke Australia?

Dengen mengkombinasikan model arus laut dan angin dengan model pergerakan partikel, kami melakukan simulasi perjalanan dari tiga situs di Pulau Timor dan Roti. Ini mirip dengan pendekatan yang digunakan untuk membuat model pergerakan puing pesawat Malaysia Airlines penerbangan MH370 yang hilang.

Dalam model kami, kami membuat simulasi “bertolaknya” 100 perahu dari setiap situs pada 1 Februari setiap tahun selama 15 tahun. Tanggal ini dipilih agar berkoresponden dengan periode musim badai di musim panas ketika angin secara umum bergerak ke arah timur-tenggara, sehingga memaksimalkan kemungkinan penyeberangan yang sukses.

Hasil model peluncuran perahu dari Pulau Timor dan Roti, menunjukkan perjalanan mengapung ‘tak disengaja’ saat hanya angin dan arus yang mempengaruhi pergerakan. Titik kuning menunjukkan pulau yang terdekat dengan Timor/Roti. Scott Condie/Robin Beaman

Hasilnya jelas-jelas menunjukkan bahwa kedatangan yang tak disengaja karena hanyut saja sangat tidak mungkin pada waktu kapan pun. Namun tambahan kayuhan yang sedikit saja menuju Kepulauan Paparan Sahul menghasilkan proporsi tinggi kedatangan yang sukses antara empat hingga tujuh hari. Kemungkinan terbaik tibanya terkait dengan titik tolak di bagian barat Pulau Timor dan Pulau Roti.

Warna perahu mulai pudar setelah enam hari perjalanan, mengindikasikan kemungkinan tingkat kesuksesan yang menurun. Pesisir masa kini ditunjukkan dengan warna abu-abu gelap. Pesisir dengan permukaan laut 75 m lebih rendah dari sekarang ditunjukkan dalam warna abu-abu muda. (Animasi oleh Rebecca Gorton, CSIRO).

Berapa banyak orang yang diperlukan untuk mengkolonisasi Australia?

Peneliti telah lama berspekulasi mengenai jumlah manusia yang pertama kali mengkolonisasi Australia. Beberapa berargumen bahwa Australia dikolonisasi secara tak sengaja, mungkin oleh hanya sejumlah orang.

Peneliti lain mengusulkan adanya gelombang kolonis yang datang dengan rutin. Estimasi populasi awal berkisar antara 1.000 hingga 3.000.

Bukti genetik menunjukkan bahwa Australia dikolonisasi dalam satu fase, mungkin pada beberapa tempat, tapi dengan alur gen yang terbatas sesudah kolonisasi awal.

Keragaman turunan DNA mitokondria yang ditemukan pada populasi Aborigin memungkinkan kita untuk memperkirakan ukuran minimum populasi yang mengkolonisasi Australia pertama kali. DNA mitokondria hanya diturunkan dari ibu.

Keragaman DNA mitokondria saja menunjukkan setidaknya sembilan hingga 10 garis keturunan terpisah.

Jika kita berasumsi bahwa setiap turunan mitokondria merepresentasikan empat hingga lima perempuan dalam populasi awal (seperti sebuah keluarga dengan seorang ibu dan saudara perempuannya, dan dua anak perempuan) sembilan hingga 10 garis keturunan yang kita ketahui sekarang akan sama dengan sekitar 36-50 perempuan.

Ini perkiraan yang konservatif, karena populasi awal dengan kurang dari 10 perempuan per garis keturunan kecil kemungkinannya dapat bertahan dalam jangka waktu lama karena variasi dalam kesuksesan reproduksi.

Jika kita mengasumsikan rasio keseluruhan antara laki-laki dan perempuan 1:1 (ini juga perkiraan konservatif), populasi yang disimpulkan dari rasio ini sekitar 72-100 orang. Kemungkinannya lebih besar dari ini (mungkin sekitar 200-300) karena ada potensi besar kelompok keluarga yang berhubungan memiliki garis keturunan mitokondria yang sama, yang akan disimpulkan sebagai satu garis keturunan.

Jelas bahwa, kecil sekali kemungkinannya bahwa populasi dengan jumlah perkiraan minimum datang ke Sahul secara tidak sengaja.

Apa artinya semua ini?

Banyak dari pemikiran awal mengenai bagaimana manusia tiba di Australia berdasarkan asumsi bahwa manusia modern pertama yang menjelajah keluar dari Afrika dan mengkolonisasi daratan yang jauh yaitu Australia dan New Guinea yang entah bagaimana memiliki kapasitas kognitif dan teknologi yang lebih terbatas dibandingkan dengan manusia sesudahnya (yaitu, “kita” semua).

Maka, pembuatan model selalu mengasumsikan bahwa manusia berpindah dari satu pulau ke pulau lain dalam jarak dekat daripada melakukan perjalanan panjang, dan bahwa kemungkinan tiba di Australia tak sengaja.

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kolonisasi Australia dan New Guinea bukan kecelakaan. Kolonisasi Australia kemungkinan besar tercapai berkat penjelajahan laut yang terencana dan terkoordinasi, dilakukan dengan pengetahuan bahwa ada daratan di selatan Timor/Roti.

Penyeberangan ke Australia dua hingga tiga kali lebih panjang dibandingkan dengan banyak penyeberangan sebelumnya yang pendek-pendek hingga ke Pulau Timor/Roti. Perjalanan terakhir untuk mencapai Australia berarti membutuhkan konstruksi perahu, teknologi pelayaran dan navigasi, kemampuan perencanaan, pertukaran informasi dan sumber daya untuk mendukung perjalanan laut selama empat hingga tujuh hari.

Perjalanan terencana dalam skala ini jelas membutuhkan kemampuan kognitif, linguistik, simbolik, dan kemampuan teknologi. Secara kritis, penemuan ini memberikan sebuah marka waktu yang unik pada kemampuan kognitif leluhur kita.

Dengan cara yang sama kita telah menyepelekan kemampuan manusia leluhur kita, kita telah menyepelekan kemampuan manusia modern awal untuk membuat rencana, mengkoordinasi dan menjalankan perjalanan maritim skala besar menyeberangi lautan untuk mencapai Australia. Kegiatan penghunian Australia merepresentasikan diaspora maritim paling awal di dunia.

The ConversationGambaran yang muncul mengenai manusia modern dengan kemampuan maritim yang tinggi yang secara sengaja menempati benua paling kering di planet ini mengingatkan kita bahwa kita masih perlu belajar banyak mengenai kompleksitas dan kemampuan adaptasi manusia-manusia yang pertama kali menghuni Australia.


Oleh Sean Ulm, Deputy Director, ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage, James Cook University; Alan Cooper, Director, Australian Centre for Ancient DNA, University of Adelaide; Michael Bird, ARC Laureate Fellow, JCU Distinguished Professor and Landscapes Theme Leader for the ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage, James Cook University; Peter Veth, Kimberley Foundation Ian Potter Chair in Rock Art and Professor of Australian Archaeology, Centre for Rock Art Research and Management, University of Western Australia; Robin Beaman, Research Fellow, College of Science and Engineering, James Cook University, dan Scott Condie, Senior Principal Research Scientist, CSIRO

Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.