Dirangkum dan ditulis oleh Rex Tion – Social Media Officer dari AIYA National Team

Diterjemahkan oleh Meylisa Sahan – Blog Editor dari AIYA National Team

Versi Bahasa Inggris, klik di sini

Telah didokumentasikan dengan baik bahwa selama ribuan tahun masyarakat adat di Australia & Indonesia telah menggunakan astronomi dalam budaya mereka dan sebagai alat navigasi. Sebagai contoh, masyarakat adat di bagian Australia Barat menggunakan astronomi sebagai pedoman ketika musim berubah sehingga mereka dapat memodifikasi makanan untuk melestarikan populasi Emu selama periode bersarangnya. Hal ini membantu memastikan akan ada sumber makanan yang berkelanjutan di masa depan untuk generasi mendatang. Pelajari lebih lanjut tentang Astronomi asli di Australia di sini.

Pada bulan Maret 2019, Presiden U.S Mike Pence menyatakan “Kami berada dalam perlombaan luar angkasa hari ini”. Beberapa perusahaan swasta seperti SpaceX, Virgin Galactic dan Blue Origin telah berlomba untuk menjadi pemimpin dalam industri multi-miliar dolar ini. Banyak negara yang juga menyediakan dana lebih besar bagi badan antariksa mereka untuk memastikan mereka mendapatkan kesempatan.

Pada Mei 2020, SpaceX baru-baru ini melakukan terobosan dalam balapan luar angkasa ketika roket Falcon 9 mereka membawa pesawat ruang angkasa Crew Dragon SpaceX berhasil diluncurkan dan berlabuh dengan stasiun ruang angkasa internasional. Ini adalah pertama kalinya sebuah perusahaan swasta membawa astronot ke orbit.

Gambar: peluncuran roket SpaceX Falcon 9 membawa astronot NASA pada 30 Mei 2020

Tapi, bagaimana dengan Australia & Indonesia? Kedua Negara ini memiliki badan antariksa dan sejarah dalam keterlibatannya dengan industri luar angkasa.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Indonesia didirikan pada tahun 1963 dan saat ini memiliki anggaran sekitar 45 juta US$ dengan lebih dari 1.200 staf. LAPAN telah melakukan penelitian tentang roket, penginderaan jauh, satelit, dan ilmu ruang angkasa. Indonesia adalah salah satu negara berkembang pertama yang meluncurkan satelit komunikasi ke luar angkasa. Setelah meluncurkan ‘Palapa’ pertama kali pada Juli 1976, Indonesia menjadi negara berkembang pertama yang mengoperasikan sistem satelit domestik mereka sendiri.

Gambar: Kesan seniman terhadap satelit Palapa C series Indonesia

LAPAN juga berencana untuk mengembangkan pelabuhan ruang angkasa di Papua Barat. Hal ini untuk memanfaatkan keunggulan unik Indonesia dalam meluncurkan satelit rendah orbital. Pelabuhan ini sangat cocok untuk melakukan peluncuran komersial karena terletak hampir persis di garis khatulistiwa. Kendraaan ruang angkasa apapun yang diluncurkan di garis khatulistiwa memiliki kecepatan awal yang lebih besar, lalu menjadi lebih tinggi atau memungkinkan untuk membawa muatan yang lebih berat. Pelajari selanjutnya di sini.

Lilis Mariani, kepala Pusat Teknologi Rocket di LAPAN baru-baru ini mengatakan, “Kami punya mimpi untuk menempatkan roket peluncur satelit kami sendiri 200 atau 300 km ke ruang angkasa dalam waktu lima tahun”.

Sementara itu badan antariksa Australia didirikan pada 1 Juli 2018 dengan anggaran 9,8 juta USD dengan sekitar 30 staf. Tujuannya adalah untuk memungkinkan pengembangan industri ruang angkasa komersial Australia, mengoordinasikan kegiatan domestik, mengidentifikasi peluang, dan memfasilitasi keterlibatan ruang internasional.

Mengapa Australia terlambat untuk mengikuti hal ini? Yah, karena tidak sesederhana itu. Australia sebelumnya memiliki serangkaian kebijakan dan program yang di danai terkait hal-hal ruang angkasa sejak 1987 dibawah pemerintahan Hawke. Namun, program-program ini dihapuskan pada tahun 1996 dibawah pemerintahan Howard yang memilih untuk mengikuti saran dari Biro Ekonomi Industri.

Australia memang memiliki banyak sejarah terkait keterlibatannya dengan ruang angkasa. Stasiun Honeysuckle Creek Australia dikenal sebagai piringan yang pertama kali menyiarkan video Neil Armstrong di televisi ketika pertama kali menginjakkan kaki di bulan pada tanggal 20 Juli 1969.

Piringan 9 meter milik Australia Barat di Cararvon digunakan untuk melacak pesawat ruang angkasa Apollo 11 ketika berada di orbit Bumi, serta untuk menerima sinyal dari percobaan permukaan bulan.

Gambar: Antena Honeysuckle Creek pada tahun 1969

Tanah terbuka di Australia yang luas di selatan menawarkan “banyak potensi” untuk pelacakan luar angkasa, menurut Anthony Murfett, Wakil Kepala Badan Antariksa Australia.

Australia juga memiliki beberapa interaksi yang kurang diinginkan dengan NASA, seperti ketika mereka mendenda 400 $  NASA untuk sampah setelah Skylab Space Station menabrak Australi Barat pad pada tahun 1979.

Gambar: Puing-puing Stasiun Luar Angkasa Skylab NASA di Australia Barat

Semoga di era ruang angkasa yang baru ini tidak menawarkan ‘hadiah’ yang tidak disukai lagi untuk negara mana pun! Kami harap Anda sedikit lebih banyak menikmati pelajaran tentang keterlibatan Australia dan Indonesia saat ini dalam industri luar angkasa. Jika Anda menikmati posting blog ini, kami mempersilahkan kepada anda untuk memeriksa arsip atau postingan sebelumnya serta situs web yang terkait dengan hal ini :

Situs web resmi Badan Antariksa Indonesia: https://www.lapan.go.id/

Situs web resmi Badan Antariksa Australia: https://www.space.gov.au

Garis waktu keterlibatan ruang CSIRO Australia: https://www.csiro.au/en/Showcase/Space-Timeline