Versi Bahasa Inggris, klik di sini.

Ditulis oleh Patrick Moran – AIYA National’s Blog Editor
Diterjemahkan oleh AIYA National Content Translator

Pemerintah Australia telah mengesahkan legislasi baru yang akan mengurangi ekspor sampah mulai Januari tahun depan. Hal ini dilakukan sebagai respon dari kebijakan sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, yang memperketat regulasi mengenai impor sampah.

Legislasi baru ini akan menghentikan ekspor sampah dari Australia, terutama sampah plastic, kaca, kertas, dan ban bekas, yang selama ini selalu diekspor ke negara-negara Asia.

Meskipun legislasi ini merupakan sebuah langkah yang baik, pemerintah Australia harus menghadapi tantangan baru untuk mengembangkan industri daur ulang yang mampu memproses semua sampah yang sebelumnya diekspor tersebut. 

Ke mana Australia mengekspor sampahnya?

Saat ini, Australia mengekspor 645,000 ton sampah setiap tahun, dengan Indonesia sebagai salah satu tujuan utamanya. Sebetulnya, sampah-sampah tersebut diekspor untuk didaur ulang di luar negeri, namun pada prakteknya tidak demikian. 

Sebelum 2017, Cina merupakan salah satu negara tujuan ekspor sampah Australia. Namun, setelah Cina menolak membuka pintu untuk impor sampah pada 2017, Australia mengalihkan ekspor sampahnya ke Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. 

Tumpukan sampah plastik di Indonesia. Foto: Tom Fisk, Pexels

Dampak kebijakan baru ini sangat besar bagi Indonesia. Pada 2018, Jawa Timur, misalnya, menerima lebih dari 2 kali lipat sampah dari Australia ketimbang jumlah yang diterima pada 2014. Walaupun sampah-sampah tersebut seharusnya didaur ulang, Ecoton Group mengungkapkan kepada ABC tahun lalu bahwa kebanyakan sampah-sampah tersebut dibakar atau dibuang ke Kali Brantas, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Untuk informasi, Kali Brantas merupakan sumber air minum bagi 5 juta penduduk Indonesia. 

Karena hal tersebut, pemerintah Indonesia mulai menerapkan regulasi yang lebih ketat terkait impor sampah, yang menyebabkan banyak kontainer impor sampah dikirim balik ke negara asalnya. Hingga akhir 2019, Indonesia telah mengirim balik lebih dari 100 kontainer impor sampah ke Australia. 

Mampukah Australia mengelola sampahnya sendiri?

Legislasi baru ini merupakan sebuah langkah yang baik untuk mendorong Australia agar bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri. Namun, banyak keraguan yang muncul tentang kemampuan Australia mengelola sampah, karena Australia sudah terbiasa mengekspor sampahnya selama ini. Perubahan besar dalam kebijakan terkait sampah ini akan memberikan beban yang cukup besar pada industri daur ulang nasional Australia. Pemerintah Australia sendiri telah menyiapkan anggaran sebesar 190 juta dolar Australian untuk modernisasi industri daur ulang, yang akan menciptakan paling tidak 10,000 lapangan kerja baru. Modernisasi ini diharapkan akan membantu mengurangi masalah sampah di Australia.

Saat ini, Australia hanya mendaur ulang 12% dari sampah plastiknya. Angka ini memberikan gambaran mengenai banyaknya perubahan yang harus dibuat dalam industri daur ulang Australia. 

The Australian Council of Recycling mengatakan kepada The Guardian bahwa saat ini, Australia tidak memiliki pasar untuk produk plastic ‘lunak’. Plastik ‘lunak’ biasanya digunakan sebagai pembungkus makanan, dan sampahnya biasanya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).

Kebijakan baru untuk tidak mengekspor sampah tidak akan menyelesaikan masalah sampah ini begitu saja. Penting sekali untuk menggalakkan kembali industri daur ulang di Australia.

Apa yang bisa Anda lakukan?

Anda pun bisa berperan dalam proses untuk menggalakkan daur ulang ini. 

Supermarket terbesar di Australia, Coles dan Woolworths, memiliki tempat untuk mengumpulkan plastik ‘lunak’ untuk didaur ulang. Ketimbang membuangnya begitu saja, bawalah plastik ‘lunak’ di rumah Anda lain kali Anda berbelanja. 

Selain itu, Anda juga bisa mengubah kebiasaan Anda, dan memilih produk yang menghasilkan sampah yang lebih sedikit. Air mineral, misalnya, menghasilkan sampah plastik yang luar biasa banyak, serta membutuhkan ribuan tahun untuk terurai secara alami. Membawa botol air sendiri dan mengisinya di keran yang tersedia akan jauh lebih murah dan ramah lingkungan. 

Saatnya telah tiba bagi Australia untuk mengurus sampahnya sendiri. Perlu waktu untuk melihat apakah hal tersebut bisa diwujudkan.