Makna terdalam dari salah satu foto paling terkenal Indonesia

Oleh Fahry Slatter – AIYA National Blog, Agustus 2020

Diterjemahkan oleh Lotte Troost – AIYA National Translator

Diedit oleh Adolf Richardo – AIYA National Translator

 “Insiden Hotel Yamato”, fotografer tidak diketahui, 19 September 1945. Para pejuang merobek bagian biru dari bendera Belanda yang dikibarkan di atas sebuah hotel di Surabaya, Indonesia.

Pada siang hari tanggal 17 Agustus 1945, pusat kota Batavia (saat ini Jakarta) penuh dengan kegembiraan. Sorak-sorai terdengar dari kerumunan saat Presiden Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tetapi, apa yang terjadi 1 bulan kemudian di Hotel Yamato, Surabaya, tidak kalah besar maknanya untuk kemerdekaan Indonesia.

Banyak orang tidak mengetahui bahwa setelah proklamasi 17 Agustus 1945, peperangan besar terjadi selama bertahun-tahun untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selama peperangan tersebut, banyak sekali kejadian penting yang terjadi. Salah satu yang terpenting adalah insiden Hotel Yamato di Surabaya. Foto-foto yang akan dibahas dalam artikel ini adalah satu-satunya dokumentasi yang tersisa dari insiden tersebut.

Mari kita berikan penghormatan untuk para pahlawan tersebut.

Foto-foto tersebut diambil pada tanggal 19 September 1945. Di foto pertama, terlihat beberapa pemuda memegang sebuah bendera di atas bangunan hotel tersebut. Kemudian di foto kedua dan ketiga, dua pemuda menaikkan bendera dua warna. Beberapa pria di tangga bersorak dengan tangan terentang.

Foto tersebut  tidak diambil pada tanggal 17 Agustus. Bendera Indonesia pun sudah diciptakan beberapa dekade sebelumnya – jadi mengapa foto tua ini sangat penting bagi bangsa Indonesia? Jawabannya adalah makna di baliknya. 

Beberapa minggu sebelum kejadian tersebut, Presiden Sukarno mengumumkan bahwa Indonesia akan mulai mengibarkan bendera merah-putih di seluruh Indonesia. Namun, hal tersebut tidak diinginkan oleh orang Belanda yang masih berada di Indonesia. 

General Raden Sudirman, 1930.

Pertempuran di Hotel Yamato

Pada malam sebelum kejadian, WV Ch. Ploegman, Walikota Surabaya yang ditunjuk oleh NICA, menaikkan bendera Belanda di atas hotel Yamato untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina. Pada 19 September, Indonesia yang diwakili oleh Residen Sudirman, Sidik, dan Hariyono pun datang ke hotel untuk mengajukan protes. Namun, ketiganya justru diserang oleh tentara dan anak buah Ploegman. Dalam kemelut tersebut, Sidik membunuh Ploegman, sementara Hariyono mengungsikan residen Sudirman dan kemudian naik ke atap hotel Yamato. Di saat yang sama, Koesno Wibowo juga naik ke atap tersebut. Mereka berdualah yang merobek bagian biru dari bendera Belanda, kemudian menaikkan bagian merah putih.

Foto yang dibahas dalam artikel ini menangkap persis momen itu. Sebuah momen yang sangat penting karena pada saat itu Belanda dan Inggris menolak mengakui kedaulatan Indonesia, padahal Presiden Sukarno sudah mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia sebulan sebelumnya

Peristiwa tersebut merupakan momen kunci dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa tersebut seakan memberikan pesan kepada para penjajah bahwa Indonesia telah menang, dan Indonesia adalah negara berdaulat yang telah mengusir Belanda dan Jepang serta memiliki bendera sendiri. Ada simbolisme yang kuat di baliknya karena bendera Belanda dikibarkan di atas sebuah hotel Jepang, dua bangsa penjajah Indonesia. Hotel Yamato sendiri merupakan sebuah bangunan yang memiliki sejarah panjang. Hotel tersebut pertama kali dibuka pada 1910 sebagai Hotel Oranje. Pada masa pendudukan Jepang, hotel tersebut berganti nama menjadi Hotel Yamato, dan digunakan sebagai markas militer Jepang. Pada masa perjuangan kemerdekaan, hotel ini berganti nama kembali menjadi Hotel Merdeka. Akhirnya, pada 1969, hotel ini menjadi Hotel Majapahit hingga hari ini. 

Di masa sebelum teknologi menjadikan dunia sempit seperti saat ini, Indonesia perlu mengirimkan pesan yang lugas dan kuat mengenai kesiapan Indonesia untuk menjadi negara merdeka. Foto insiden hotel Yamato merupakan media yang yang sempurna untuk menyampaikan pesan tersebut

Ilustrasi (kiri) oleh pelukis dari Belanda, Peter Van Dongen. Foto (kanan) oleh Randy Wirayudha

Perobekan bagian biru bendera Belanda di hotel Yamato masih merupakan sebuah tradisi di Surabaya hingga hari ini. Pada tanggal 18 Mei 2019, Walikota Surabaya Tri Rismaharini memimpin tradisi tahunan ini dan menginspirasi rasa nasionalisme dalam hati masyarakat Surabaya. Ia mengatakan bahwa “warga Surabaya tidak akan takut dan menyerah, sama seperti kakek-nenek kita tidak menyerah di hari bersejarah 74 tahun yang lalu”.