Versi Bahasa Inggris, klik di sini.

Dirangkum dan ditulis oleh Dinda Ichsani – AIYA National Blog Editor
Disunting oleh Meylisa Sahan – AIYA National Blog Editor

Bubur merupakan salah satu makanan tradisional yang terkenal di kalangan masyarakat Indonesia dan sering dijadikan sebagai menu sarapan. Saking populernya, makanan ini bisa ditemukan dengan mudah dan dijual di hampir setiap tempat mulai dari rumah makan, pedagang kaki lima hingga tukang bubur keliling. Bubur-bubur yang sering kita temui ini antara lain bubur ayam, bubur sumsum, dan bubur kacang hijau. Di sisi lain, kuliner khas Indonesia sangatlah kaya, maka tidak heran jika kita belum pernah mencicipi bahkan belum pernah mendengar apa itu bubur bassang, bubur barobbo, bubur gunting dan bubur-bubur lainnya. Memang perlu kita ketahui bahwa ada bubur-bubur yang tersebar di seluruh pelosok negeri, namun juga terdapat jenis bubur yang hanya dijumpai di daerah tertentu.

Bubur biasanya berbahan dasar beras yang dimasak dengan cara direbus dengan air hingga lunak, bahkan beberapa bubur memiliki tekstur yang sangat cair sehingga tidak perlu tenaga lebih untuk mengunyah. Selain beras, bahan dasar bubur di Indonesia juga cukup beragam mulai dari kacang hijau, tepung beras, ketan hitam dan sebagainya. Berbagai bahan-bahan dalam bubur ini kaya akan kandungan dan gizi yang baik bagi tubuh, seperti karbohidrat, protein, vitamin, serat dan sebagainya. 

Sejarah Bubur dalam Kuliner Indonesia

Bubur telah menjadi bagian dari makanan tradisional Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. Dilansir dari kompas.com, Murdijati Gardjito, salah satu Guru Besar dan peneliti pangan dari Universitas Gadjah Mada, menceritakan bahwa pada masa penjajahan, bubur dimakan saat gagal atau mundurnya masa panen, saat terjadi krisis yang berkaitan dengan beras, atau jika penduduk tidak mampu membeli beras dalam jumlah yang cukup, Sehingga untuk dapat tetap memenuhi kebutuhan pangan, orang pribumi dulu mencampurnya dengan banyak air dan jadilah bubur. Selain itu, orang Jawa memaknai bubur sebagai simbol pemerataan. Hal ini karena bubur bisa dimakan oleh lebih banyak orang. 

“Bubur itu kan perbandingan airnya empat kali beras, jadi kalau satu kilo beras paling buat nasi 15 orang. Tetapi kalau bubur itu empat liter bisa untuk 40 orang, apalagi kalau dicampur umbi-umbian,” jelas Murdijati.

Ragam Bubur Khas Nusantara

Sebelum lebih jauh membahas soal bubur diaduk atau tidak, ada baiknya kita mengenal dulu jenis-jenis bubur yang ada di Indonesia:

  • Bubur ayam 

Jenis bubur yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia ini pertama kali muncul di Pulau Jawa. Bubur ayam sendiri berbahan dasar beras yang dimasak hingga menjadi bubur. Bubur ini disajikan dengan kuah santan kuning, serta topping berupa ayam suwir, kedelai goreng, irisan daun bawang, bawang goreng, irisan cakwe, kecap asin, kecap manis, dan kerupuk. Umumnya juga dilengkapi dengan sate ati ampela, sate usus, dan sate telur puyuh. 

Bubur ayam

  • Bubur sumsum

Bubur ini merupakan bubur yang sering menjadi sajian di upacara adat Jawa terutama di acara pernikahan, sehingga konon katanya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meskipun berasal dari Jawa, bubur ini sudah tersebar di berbagai pelosok nusantara, lho. Bubur ini memiliki tekstur sangat lembut, sehingga cocok untuk semua usia. Bahan utama pembuatan bubur sumsum adalah tepung beras, santan, dan gula merah. Tepung beras dan santan dimasak hingga kental, serta ditambahkan daun pandan dan garam untuk memperkaya cita rasanya. Bubur sumsum dapat disajikan dalam keadaan hangat maupun dingin.

Bubur sumsum

  • Bubur mengguh

Bubur ini sekilas tampak seperti bubur ayam, tapi sebenarnya berbeda. Makanan khas yang hanya dapat dijumpai di Pulau Dewata Bali. Penduduk lokal menyebutnya bubuh. Cara memasak bubur bubur ini sama seperti memasak bubur ayam karena sama-sama berbahan dasar beras. Namun, bubur mengguh dimasak dengan santan dan daun salam, serta disajikan dengan ayam suwir yang dibumbui lalu disiram kuah ayam kental dan urap sayur yang disajikan terpisah. Sebagai pelengkap dapat ditaburi kacang tanah goreng dan bawang goreng.

Bubur mengguh

  • Bubur bassang

Bubur yang berasal dari Kota Makassar ini merupakan bubur berbahan dasar jagung dengan kuah santan yang kental. Jagung yang digunakan bukan jagung manis biasa, tapi jagung pulut. Kombinasi rasa manis dan guruh bubur ini hanya berasal dari jagung dan santan.

Bubur bassang

  • Bubur gunting

Nama yang cukup unik bukan? Bubur ini dinamakan bubur gunting karena proses pembuatan bubur ini menggunakan gunting. Bubur gunting berbahan dasar tepung ketan, daun pandan, garam, dan santan kelapa untuk membuatnya terasa gurih. Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan merupakan kota asal bubur ini.

Bubur gunting

  • Bubur tinutuan / Bubur Manado

Seperti namanya, bubur ini berasal dari Kota Manado, Sulawesi Utara. Bubur tinutuan terbuat dari campuran beras, ubi, labu kuning, dan jagung manis, serta sayuran berupa daun melinjo muda, bayam, daun kangkung, dan daun kemangi. Bumbu yang digunakan adalah garam, sereh, daun bawang, dan daun kunyit. Bubur tinutuan dapat diberi pelengkap ikan asin dan sambal dabu-dabu.

Bubur tinutuan

  • Bubur barobbo

Bubur ini merupakan makanan khas dari Sulawesi Selatan. Bubur barobbo terbuat dari jagung pulut yang dicampur berbagai sayuran, irisan ayam, atau udang dengan pelengkap perkedel jagung. Bumbu yang diperlukan juga cukup sederhana, seperti kayu manis, merica, bawang merah, bawang putih, pala, tomat, dan garam.

Bubur barobbo

Selain beberapa jenis bubur yang telah disebutkan di atas, tentunya masih banyak sekali ragam bubur khas kuliner nusantara yang lainnya. Meskipun sama-sama disebut dengan bubur, namun bahan dasar, rasa, dan tampilannya tentu berbeda. Kuliner nusantara memang sangat unik dan beragam, ya! Untuk tau lebih banyak ragam bubur tradisional khas Nusantara, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah merangkumnya dengan sangat lengkap, lho!

Perdebatan tentang bubur diaduk atau gak diaduk

Ilustrasi. (credits: Udit – AIYA National Graphic Designer)

Bagi pengguna aktif internet di zaman sekarang, mungkin tidak asing mendengar istilah “bubur diaduk atau nggak diaduk?”. Istilah ini mempertanyakan preferensi dan cara kita menyantap bubur, umumnya untuk bubur ayam atau bubur lainnya yang berbahan dasar beras. Bagi sebagian orang, bubur akan lebih nikmat jika dimakan dengan mencampur dan mengaduk nasi buburnya dengan bumbu dan topping-topping di atasnya sehingga tidak lagi dapat dipisahkan. Namun, tidak semua orang sependapat dengan kalangan tersebut. Sebagian yang lainnya memilih untuk menyantap bubur dengan tetap memisahkan nasi buburnya dengan taburan bahan tambahan di atasnya.

Bubur gak diaduk (kiri) vs Bubur diaduk (kanan)

Terlebih lagi, perdebatan tentang kedua cara makan bubur ini juga dikaitkan dengan sains. Dikutip dari artikel idntimes, bubur diaduk lebih baik daripada bubur yang gak diaduk. Hal ini karena semua bahan-bahan jadi tercampur dengan merata sehingga mudah dicerna oleh lambung. Namun, menyantap bubur nggak diaduk juga bukan berarti hal yang buruk. Bubur nggak diaduk tentunya akan lebih enak dilihat oleh mata dibanding bubur diaduk. Selanjutnya, pendapat ini selaras dengan hasil studi gabungan dari University of OxfordUniversity of Birmingham, dan BI Norwegian Business School dalam jurnal Flavour tahun 2014 yang bilang kalau nilai estetika dari pengaturan visual makanan bisa membuat makanan lebih enak untuk disantap. 

Baik diaduk maupun gak diaduk, bubur telah jadi bagian dari hidup banyak orang. Nutrisinya yang baik dan teksturnya yang lembut juga menjadi pilihan bagi beberapa orang tertentu. Sebut saja orang yang baru memakai kawat gigi, mereka sebisa mungkin harus mengurangi pergerakan mulut dan rahang. Sehingga akan sulit untuk mengunyah, dan makan bubur adalah salah satu pilihan makanan terbaik. Selain itu, bubur juga baik bagi orang sakit karena bubur mudah dicerna dan tidak membutuhkan tenaga lebih untuk mengunyahnya. Dan yang paling penting, kandungan nutrisinya yang sangat melimpah dapat tetap memenuhi gizi yang dibutuhkan tubuh. 

Pada kesimpulannya, perbedaan preferensi antara diaduk atau gak diaduk ini bukanlah menjadi bahan perdebatan yang serius, melainkan hanya sekedar menjadi hiburan di kalangan masyarakat Indonesia. Keduanya sama-sama makanan yang memiliki sejuta manfaat bagi tubuh. Bagaimanapun cara kamu menikmati santapan bubur, tetap hargai orang lain yang berbeda cara denganmu ya, kawan!

Jadi… Kamu tim bubur diaduk atau gak diaduk? Choose your fighter!